Sabtu, 19 September 2015

The Rising 9 Designer Top Indonesia

The Rising 9 Designer Top Indonesia

Fashion Show Persembahan 9 Desainer Top Indonesia

Jakarta, 23 Mei 2015, Desainer top Indonesia yang telah berkecimpung meramaikan industri fashion tanah air dengan karya-karyanya selama ini, kembali menyemarakan perhelatan tahunan ajang Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF) tahun ke-12 dengan menggelar fashion show bertajuk `The Rising 9 Designer Top Indonesia` yang bertempat di ballroom Hotel Harris Kelapa Gading, Jakarta Utara hari ini.

Ke-9 desainer top yang akan berkolaborasi dalam satu kemasan fashion show dalam salah satu perhelatan bergengsi Tanah Air ini, memang telah menjadikan ajang JFFF sebagai agenda tahunan mereka untuk unjuk gigi sekaligus mempersembahkan koleksi terbaru yang diperuntukan bagi fashionista Tanah Air khususnya pelanggan mereka yang sudah tak sabar menantikan tren yang diusung dari desainer idolanya.

kali ini, ke-9 desainer top Indonesia yang merupakan desainer independen yang akan mempersembahkan karya terbaik mereka adalah Rudy Chandra, Erdan, Annare, Defrico Audy, Daydo Adre, Rasyid Salim, Feronica Kristofer, Mety Choa dan Ririn Rinura dimana masing-masing desainer akan mempersembahkan 15 karya terbaik mereka di hadapan pengunjung.

Adapun tema yang diusung ke-9 desainer tersebut adalah;
  1. Ririn Rinura `Empire of the Darkness`
  2. Mety Choa `Ensamble`
  3. Annere `Love`
  4. Daydo Andre `Miss Rukinem`
  5. Defrico Audy `The Art of Gaisha`
  6. Rudy Chandra `Retro Romance`
  7. Erdan `Rainbow Splash`
  8. Rasyid Salim `Aristokrat`
  9. Feronica Christopher `Lovina First`
Tema-tema tersebut diatas akan tampil dalam 3 sequence yang berbeda.

Karya busana ke-9 desainer top yang mengusung tema `The Rising 9 Designer Top Indonesia` ini akan diperagakan oleh 45 model diantaranya model papan atas seperti Karenina, Endhita, Nadya, Nayla Alatas, Davina, Emmy Chaniago, Dina serta beberapa model bule seperti Luiza, Alina, Zuzana, Ula, Alexa, Anny, Ava, Noemi dan Tas Aksi catwalk ini nantinya juga akan dikoreography oleh koreographer kondang Wawan Soeharto yang kerap mengisi panggung catwalk bergengsi Tanah Air.

Keikutsertaan desainer independent secara reguler di ajang JFFF tiap tahunnya merupakan salah satu wadah bagi para desainer untuk tetap eksis di industri fashion Tanah Air, yang senantiasa mengeluarkan koleksi-koleksi terbarunya yang khusus pertama kali diperlihatkan pada ajang-ajang fashion show berkelas seperti ajang jfff ini. Seperti dijelaskan salah sati desainer muda Ririn Rinura yang akan mengangkat tema `Empire of the Darkness`, ``Kami sebagai desainer independen tentunya harus selalu menjaga ritme kerja agar dapat terus eksis dan diakui di industri fashion Tanah Air dengan secara rutin mengeluarkan koleksi terbaru bagi fashionista Tanah Air. Dan yang menjadi wadah untuk mempersembahkan koleksi terbaru kami sudah pasti adalah ajang-ajang fashion show bergengsi seperti Jakarta Fashion and Food Festival yang secara rutin digelar tiap tahunnya ini. Kami nilai ajang fashion bergengsi seperti JFFF merupakan wadah yang sangat efektif bagi kami untuk mengawali persembahan koleksi terbaru karena di ajang seperti ini menjadi meeting point bagi seluruh industri fashion Tanah Air yang berkecimpung mulai dari buyer, investor, pemerintah, media hingga fashionista sehingga kami dapat menjual bisnis kami ke target sasaran yang diinginkan sekaligus mempertahankan keberadaan kami di industri fashion Tanah Air. Selain itu tentunya, kami ingin karya kami dapat diapresiasikan oleh seluruh pengunjung yang hadir.

9 Desainer Top Unjuk Karya Dalam Ajang JFFF

9 Desainer Top Unjuk Karya Dalam Ajang JFFF

Minggu, 24 Mei 2015 — 9:48 WIB
Foto- Sembilan desainer top indonesia yang ambil bagian dalam JFFF tahun ke-12. (inung)
       
JAKARTA (Pos Kota)- Sembilan desainer top Indonesia ambil bagian dalam ajang Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF) tahun ke-12 bertema the rising 9 desainer top indonesia. Mereka akan menampilkan desain-desain baru dengan kreasi yang inovatif mulai dari batik, kebaya encim hingga gaun-gaun bertahta ‘kaca’ layaknya gaun nenek sihir.
Ke-9 desainer tersebut adalah Rudy Candra, Erdan, Annare, defrico audy, daydo Andre, Rasyid Salim, Feronica Krisrofer, Mety Choa dan Ririn Rinura. “Ini koleksi-koleksi baru belum pernah ditampilkan dimana-mana,” kata Rudy Chandra.
Karya busana ke-9 desainer ini diperagakan oleh 45 model di antaranya Karenina, Endhita, Nayla Alatas, Davina, Emmy Chaniago, Dina serta beberapa model bule seperti Luiza, Alina, Zuzana, Ula, Alexa, Anny, Ava, Noemi, dan Tas. Aksi catwalk ini juga dikoreography oleh koreographer kondang Wawan Soeharto yang kerap mengisi panggung catwalk bergensi Tanah Air.
Keikutsertaan desainer independen secara regular di ajang JFFF tiap tahunnya merupakan salah satu wadah bagi para desainer untuk tetap eksis di industri fashion tanah air, yang senantiasa mengeluarkan koleksi-koleksi terbarunya yang khusus pertama kali diperlihatkan pada ajang-ajang fashion show berkelas seperti ajang JFFF ini.
Seperti dijelaskan salah satu desainer muda Ririn Rinura yang mengangkat tema ‘Empire of the Darkness’. ”Kami sebagai desainer independen tentunya harus selalu menjaga ritme kerja agar dapat terus eksis dan diakui di industri fashion tanah air dengan secara rutin mengeluarkan koleksi terbaru fashionista tanah air,” katanya.
Menurut para desainer ini, ajang-ajang fashion show bergengsi seperti Jakarta Fashion and Food Festival ini wadah yang sangat efektif untuk mengawali persembahan koleksi terbaru karena di ajang seperti ini menjadi meeting point bagi seluruh industri fashion tanah air yang berkecimpung mulai dari buyer, investor, pemerintah, media, hingga fashionista.
“Sehingga kami dapat menjual bisnis kami di industri fashion tanah air. Selain itu, tentunya kami ingin karya kami dapat diapresiasikan oleh seluruh pengunjung yang hadir,” tambah Daydo Andre.

Sinergi Tujuh Perancang di Jakarta Fashion and Food Festival

Sinergi Tujuh Perancang di Jakarta Fashion and Food Festival

Senin, 13 Mei 2013 | 11:26 WIB
                        
KOMPAS.com - Tujuh perancang busana muda yang mengaku independen unjuk kebolehan dalam peragaan busana Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF) di Summarecon Kelapa Gading. Gede Yudi, Erdan, Soko Wijanto, Wirakrisna, Rasyid Salim, Rini Suwardy, dan Paula Meliana, memang belum tergabung dalam organisasi mode, baik Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) maupun Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI).

Ketujuh desainer ini menampilkan show bertema "Sinergi" di Ballroom Hotel Harris, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu (11/5/2013) lalu. Gede Yudi mengawali show dengan koleksi rancangan bertema Exotica Papua. Ada 13 outfit yang ditampilkan, terdiri atas 10 busana wanita dan tiga untuk pria. Rancangannya didominasi gaun yang berbahan silk, tenun, serta bulu burung yang menjadi ciri khas daerah tersebut.

Untuk peragaannya kali ini, Gede Yudi kembali menampilkan penyanyi Dewi Perssik sebagai salah satu
Modelnya. Penyanyi dangdut yang kini juga menjadi pemain film itu mengenakan gaun hitam transparan dengan aplikasi bunga yang memenuhi bagian leher, dada, dan rok bawahnya. Dewi juga mengenakan hiasan kepala khas Papua yang menambah kesan karnaval.

Sebagian besar perancang memang masih fokus mengeksplorasi busana wanita dengan mengolah warna, aplikasi, dan bahan, seperti kekayaan kain Nusantara. Desainer Rasyid Salim, misalnya, tampil glamor dengan koleksinya Lady Amor. Sepuluh gaun wanita yang ditampilkan sangat memperlihatkan kesan feminin dan romantik, dengan penggunaan bahan-bahan renda, brokat, dan payet di beberapa bagian.
Warna merah dan aksen Cina menjadi inspirasi Soko Wijanto dalam koleksinya, Dynasty. Sebanyak 10 busana yang ditampilkan semuanya berwarna merah menyala dengan gaun dan mahkota ala permaisuri Cina. Namun, jangan membayangkan akan melihat busana-busana cheongsam di sini, karena Soko lebih banyak menampilkan gaun malam bergaya romantik dengan aplikasi bunga dan bahan tulle yang dijahit dengan teknik bertumpuk.

Berbeda dengan Soko, Wira Krisna malah memberi perhatian lebih pada warna pirus atau biru turquois. Desainer muda ini mengangkat tema Turquoisephoria, dan mengangkat permainan warna antara turqois dengan warna-warna lain untuk gaun cocktail dan gaun malamnya. Total ia membuat 14 oufit, terdiri atas 10 busana wanita dan empat busana pria.

Perancang muda Erdan menawarkan sesuatu yang berbeda dalam koleksinya yang bertema The Party. Dengan total 22 outfit yang ditampilkan, Erdan memberi variasi busana pesta untuk semua usia, dari anak-anak, remaja, hingga dewasa.

Gaun dan kebaya pengantin juga menjadi perhatian perancang dalam peragaan "Sinergi" ini. Rini Suwardy tampil dengan koleksi bertema The Wedding, dengan kebaya pengantin yang dimodifikasi sehingga tampak seperti gaun pengantin yang mewah. Koleksinya sangat kental dengan aksen Jawa, songket Padang, dan Palembang, serta hiasan batu swarovski. Ada 12 outfit yang ia peragakan; 10 untuk wanita, dan dua untuk pria.

Tanpa tema khusus, Paula Meliana mencoba mengusung kebaya dan gaun malam. Dua koleksi itu sangat kontras karena yang koleksi kebayanya dirancang dengan gaya klasik, sementara gaun malamnya terasa sangat modern dengan warna merah, putih dan kuning. Paula menggunakan bahan brokat dan hiasan swarovski, dalam 10 busana yang ditampilkannya.

Show "Sinergi" menjadi show parade desainer yang pertama dalam gelaran Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF) yang berlangsung di kawasan Mal Kelapa Gading, 9-26 Mei 2013. Tahun ini menandai gelarannya yang ke-10, sehingga tema yang diusung adalah "One Decade".

Jakarta Fashion & Food Festival 2013

     
Kelapa Gading Jakarta, 11 Mei 2013 - Perhelatan tahunan Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF) yang telah dimulai sejak tahun 2004 berangkat dari visi mengangkat citra, harkat dan martabat bangsa Indonesia melalui industri berbasis budaya, kembali digelar untuk memperkenalkan industri kreatif yang menampilkan produk-produk lokal hasil karya pengrajin atau industri berskala kecil - menengah yang memiliki kualitas terbaik.
Dari Fashion Extravaganza, JFFF memberikan wadah bagi beragam produk dan karya lokal berkualitas Tanah Air. Salah satu karya fashion lokal yang bakal di tampilkan di ajang JFFF Soko Wiyanto (tema rancangan 'Dynasty') dan Paula Meliana (tema rancangan 'Riche'adalah Fashion Show dari Desainer Independen Indonesia yang kali ini mengusung tema 'Sinergy'. Adapun para Desainer Independen yang bersinergy untuk mempersembahkan rancangan terbaik mereka dalam ajang JFFF adalah Gede Yudi (tema rancangan Eksotika Papua); Rini Suwandi (tema rancangan 'The Wedding'); Rasyid Salim (tema rancangan 'Lady Amour'); Erdan (tema rancangan 'The Party'); Wira Krisna (tema rancangan 'Turquoisephoria').
Parade Fashion Show dari ketujuh Desainer Independen pada ajang Jakarta Fashion & Food Festival 2013 dan perhelatan Fashion Show Desainer Independent 'Sinergy' yang diselenggarakan pada hari Sabtu tanggal 11 Mei 2013, pada pukul 18.00 sampai 21.00 WIB, yang bertempat di Ballroom Lantai 5, Hotel Harris, Jalan Boulevard Timur, Blok Q 1 NK (belakang Mall Kelapa Gading 5), Jakarta Utara.
Pada perhelatan Fashion Show ke-7 Desainer Independen yang mengusung tema 'Sinergy' di ajang Jakarta Fashion & Food Festival 2013 ini, terdapat spesial appearence dari artis dan penyanyi Dewi Persik.
Rasyid Salim Kelapa Gading Jakarta, 11 Mei 2013 - Lady A'mour III terinspirasi akan sosok sang Dewi Cinta, Rasyid Salim memperesembahkan 10 koleksi cocktail dress teranyar dan 2 koleksi pria. Warna silver, hitam dan gradasi abu-abu akan mendominasi koleksi kali ini. Penggunaan bahan-bahan / material seperti taffeta yang bertekstur solid namun fleksibel mencerminkan kekuatan wanita modern. Penggunaan lace dan renda sebagai sentuhan feminine menambahkan nuansa glamour yang mewah.
Dua belas koleksi ini akan tampil malam ini penuh dengan totalitas bentuk konsistensi seorang Rasyid Salim dalam 10 tahun berkarya, seiring dengan perjalanan Jakarta Fashion & Food Festival. Persiapan yang sudah dilakukan jauh-jauh hari menjadikan koleksi Rasyid Salim kali ini berkarakter penuh menyampaikan pesan dari tema yang disampaikan kepada pecinta fashion Indonesia.


Sejarah Fashion Indonesia

Abad ke-15
Budaya jawa  
 
kebaya wanita Sejarah Fashion Indonesia - Menurut Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya (1996) Kebaya berasal dari bahasa Arab ‘Kaba’ yang berarti ‘pakaian’ dan diperkenalkan lewat bahasa Portugis ketika mereka mendarat di Asia Tenggara. 


Kata Kebaya dapat diartikan sebagai jenis pakaian (atasan/blouse) pertama yang dipakai wanita Indonesia pada kurun waktu abad ke-15 atau ke-16 Masehi. Argumen Lombard tentu dapat diterima terutama lewat analogi penelusuran lingustik yang memang sampai saat ini kita masih mengenal ‘Abaya’ yang dapat diartikan tunik panjang khas Arab.

 Sementara sebagian yang lainnya percaya Kebaya kaitannya dengan pakaian tunik perempuan pada masa Dinasti Ming di Cina, dan ini membawa pengaruh setelah imigrasi besar-besaran menyambangi semenanjung Asia Selatan dan Tenggara di abad ke-13 hingga ke-16 Masehi.

Terlepas dari asal usulnya yang Arab, atau Portugis, atau Cina, kita sangat mahfum bahwa penyebarannya ini memang dari arah utara kepulauan Indonesia. Artinya, negara-negara yang dilewati oleh penyebaran ala  bangsa Arab, Portugis, dan Cina bisa jadi mereka memiliki versi berbeda dari kebayanya masing-masing. 


Dan akhirnya, Jawa menjadi tujuan penyebaran paling selatan, karena tidak diketemukan jejaknya lagi di kepulauan Pasifik barat atau semenanjung utara Australia.

Hingga pada pertengahan abad ke-18, ada dua jenis kebaya yang banyak dipakai masyarakat, yakni kebaya Encim, busana yang dikenakan perempuan Cina keturunan di Indonesia, dan kebaya Putu Baru, busana bergaya tunik pendek berwarna-warni dengan motif yang cantik.
kebaya perempuan
Pada abad ke-19, kebaya dikenakan oleh semua kelas sosial setiap  hari, baik perempuan Jawa maupun wanita peranakan Belanda. Bahkan kebaya sempat menjadi busana wajib bagi perempuan Belanda yang hijrah ke Indonesia.


Tahun 1950
Tahun '50-an ditandai dengan gaya berbusana klasik yang elegan, yang populer dengan sebutan gaya "New Look" yang diadaptasi dari tren fashion dunia. Dahulu, model busana ini sering dianggap sebagai model rancangan Christian Dior, yang pada tahun 1947 memperkenalkan corolle line, namun kemudian lebih dikenal sebagai The New Look. 

Meski banyak perancang lain seperti Balenciaga, Balmain dan Faith yang juga turut mengadaptasi bentuk ini sebelumnya pada tahun 1939. sayangnya, usaha mereka ini terhambat akibat meletusnya Perang Dunia II. Alhasil, dua tahun setelah perang, Dior lah yang berhasil menciptakan 'sensasi internasional' dengan rancangan gaya New Look ini.
 busana New Look  Desain busana   New Look benar-benar merupakan kebalikan dari sikap ekonomis atau hemat. Pasalnya, untuk satu busana saja membutuhkan bahan kira-kira sepanjang lebih dari 23 meter. 

Gaya New Look menitikberatkan pada bentuk tubuh wanita yang dibesar-besarkan pada bagian pinggang ke bawah. Dengan bantuan pakaian dalam yang bertulang (boned) dan bahan yang dikakukan secara otomatis model rok New Look seakan mengembang besar. Ini adalah beberapa desain busana   dengan gaya new look:
Pada awal kemunculannya, New Look menimbulkan kontroversi di seluruh dunia Barat. Meski banyak wanita pada zaman itu mengadopsi gaya ini, tetapi banyak pula yang menolak karena New Look dianggap sebagai busana pemborosan dan artificial (palsu). 

The House of Dior (rumah mode milik Christian Dior, red) dijaga ketat oleh wanita-wanita yang berang masa itu. Beruntungnya, justru akibat pemberitaan kontroversi tersebut, publisitas New Look semakin melambung dalam semalam saja. New Look kemudian terus berlanjut bahkan dalam beragam variasi bentuk hingga pertengahan tahun 1950-an.
Tahun 1960

Mode di tahun 60-an Mode di tahun '60-an terasa lebih berwarna dan bervariasi. Selain gaya berbusana elegan dan  chic ala Jackie O yang juga menyebar ke Indonesia, gaya ini juga dimeriahkan dengan gaya serba mini. Menjelang akhir '60-an, gaya serba mini ini berkolaborasi dengan motif-motif berani, yang kemudian di Indonesia dikenal dengan istilah A Go-go Look


 
Tahun 1970-1990
Siluet untuk busana wanita Tahun '70-an mode di Indonesia terlihat makin berwarna. Kehadiran perancang baru membuat nuansa warna yang sudah ada terlihat semakin kuat dan menarik. Tahun '70-an ini identik dengan gaya hippies serta gaya disco. Karena itulah gaya berbusana yang populer di era ini didominasi oleh celana bell bottom, kemeja pas badan dengan kerah super lebar, dan sebagainiya. Siluet untuk busana wanita sendiri masih banyak mengolah gaya mini serta potongan longgar.


Perancang Indonesia

Tahun '80-an adalah era 'powerful women'. Sesuai dengan era tersebut, di masa ini bermunculan busana dengan siluet serta besar, seperti padding yang menonjol di bagian bahu, siluet busana yang besar dan cenderung longgar. Permaian detail dan aksen berukuran besar (seperti kancing-kancing misalnya), serta paduan warna kontras. Perancang Indonesia di masa itu sangat terpengaruh dengan gaya ini, sehingga gaya berbusana yang ada pun cenderung berukuran besar.


majalah wanita Femina


'90-an hingga sekarang adalah masa di mana gaya individual terlihat semakin berani bersuara. Tak heran jika di era ini, para perancang busana berbakat yang jumlahnya semakin banyak hadir dengan keunikan sendiri yang mencerminkan karakter mereka masing-masing. 

Ada yang menampilkan gaya busana serba tumpuk beraura vintage, ada yang bergaya maskulin, bergaya cantik, terkesan mewah dan elegan hingga yang beragaya unik.

Dunia mode nasional mulai mengadaptasi kegiatan mode eropa. Salah satunya koreografi dalam peragaan busana. Sejak diperkenalkan Norbert Schmitt pada tahun 1969 di Eropa, koreografi untuk peragaan busana mendarat di Jakarta pada tahun 1974. 

Perintis nasionalnya adalah Rudy Wowor yang merupakan murid Schmitt. Pada saat itu, istilah show director dalam peragaan busana belum dikenal sehingga beliau tak saja mengatur langkah dan ekspresi sang model, tapi juga menata pencahayaan, dekorasi dan musik pengiring. Profesi koreografer ini lalu diikuti Doddy Haykel, Denny Malik dan Guruh Sukarnoputera.
Dalam dunia jurnalisme mode, majalah wanita Femina hadir pada tahun 1972. Menurut catatan situsnya, Femina menunjukkan perhatian besar kepada dunia mode sejak edisi keduanya (bulan Oktober) melalui sebuah reportase tren mode yang ditulis oleh Irma Hadisurya.
Selain menghadirkan berita mode dari pusat mode seperti Pierre Cardin, Femina pun menunjukkan apresiasi terhadap mode nasional. Terutama saat Pia Alisjahbana dan Irma Hadisurya mengusulkan Femi  na mengadakan Lomba Perancang Mode secara tahunan sejak tahun 1979. Dari ajang inilah hingga sekarang banyak disainer baru muncul seperti Chossy Latu, Samuel Wattimena, Carmanita, Edward Hutabarat, dan Stephanus Hamy.
Sementara itu, keterbatasan kesempatan bersekolah mode atau rancang busana di tanah air tak mematahkan semangat mereka yang ingin menjadi desainer. Sebagian melanglang buana ke luar negeri. Harry Dharsono, Poppy Dharsono, dan Iwan Tirta adalah beberapa contohnya.


Tahun 1990-2008

Tahun 1990-an ditandai dengan isu globalisasi dan internet. Artinya, kemudahan masyarakat mengakses informasi mode dari luar negeri menyebabkan kegandrungan akan budaya barat yang glamour. Glamoritas ini terasa pada karya disainer-disainer yang naik daun di tahun 1990-an. Sebastian Gunawan, misalnya. 

Setelah menggelar koleksinya yang terdiri atas ballgown dan ane  ka payet, manik dan kristal, demam kemewahan ala selebritas Hollywood pun mewabah. Kemewahan ini juga terasa melalui gaun-gaun Biyan, Arantxa Adi, Adjie Notonegoro dan Eddy Betty. Hingga akhir 1990-an, persaingan untuk mendapatkan tempat di hati para pecinta mode semakin ketat diikuti semakin banyaknya nama-nama baru, apalagi dengan kehadiran sekolah mode franchisee seperti Esmod dan Lasalle. 
Di tahun 2000-an, mode Indonesia semakin kaya akan ide dan inspirasi. Setiap disainer memiliki ciri tersendiri. Adrian Gan, Obin, Kiata Kwanda, Sally Koeswanto, Tri Handoko dan Irsan selalu memukau dengan busana-busana mereka yang sangat bernafaskan seni. Ada juga yang sukses mensosialisasikan busana tradisional sebagai busana modern seperti Edward Hutabarat dan Anne Avantie. 

Beberapa meraih penghargaan melalui event seperti Indonesian Mercedes Benz Fashion Award dan Harper’s Bazaar fashion Concerto. Ada pula yang ditampilkan melalui film seperti busana Tri Handoko, Sebastian Gunawan dan Didi Budiarjo yang dikenakan Aida Nurmala dalam film Arisan. Namun, ada juga yang lebih sukses di luar negeri seperti Farah Angsana di Paris atau Mardiana Ika dan Ali Charisma di Hongkong.
2010 hingga sekarang
boy band dan girl band Indonesia


Demam K-pop yang melanda Indonesia turut mempengaruhi perkembangan fashion di tanah air. Lihat saja gaya remaja Indonesia sekarang yang mengikuti tren fashion korea. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya boy band dan girl band korea yang begitu popular  , bahkan sekarang begitu banyak bermunculan boy band dan girl band Indonesia yang meniru gaya maupun fashion mereka. 

Pengertian Mode

 
 
 
Mode atau fesyen (Inggris: fashion) adalah gaya berpakaian yang populer dalam suatu budaya. Secara umum, fesyen termasuk masakan, bahasa, seni, dan arsitektur.

Etimologi

Dikarenakan fesyen belum terdaftar dalam bahasa Indonesia, maka mode adalah kata untuk bahasa resminya. Secara etimologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mode merupakan bentuk nomina yang bermakna ragam cara atau bentuk terbaru pada suatu waktu tertentu (tata pakaian, potongan rambut, corak hiasan, dan sebagainya). Gaya dapat berubah dengan cepat. Mode yang dikenakan oleh seseorang mampu mecerminkan siapa si pengguna tersebut.
Thomas Carlyle mengatakan, "Pakaian adalah perlambang jiwa. Pakaian tak bisa dipisahkan dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia." Fesyen dimetaforakan sebagai kulit sosial yang membawa pesan dan gaya hidup suatu komunitas tertentu yang merupakan bagian dari kehidupan sosial. Di samping itu, mode juga mengekspresikan identitas tertentu.

Fesyen dan gaya hidup

Fesyen yang dipilih seseorang bisa menunjukkan bagaimana seseorang tersebut memilih gaya hidup yang dilakukan. Seseorang yang sangat fashionable, secara tidak langsung mengkonstruksi dirinya sebagai seseorang dengan gaya hidup modern dan selalu mengikuti tren yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa dalam dunia modern, gaya hidup membantu menentukan sikap dan nilai-nilai serta menunjukkan status sosial.

Fesyen dan komunikasi

Menurut Malcolm Barnard, etimologi kata fashion terkait dengan bahasa Latin, factio artinya "membuat". Karena itu, arti asli fesyen adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan seseorang. Sekarang, terjadi penyempitan makna dari fesyen. Fesyen sebagai sesuatu yang dikenakan seseorang, khususnya pakaian beserta aksesorinya.
Fesyen didefinisikan sebagai sesuatu bentuk dan jenis tata cara atau cara bertindak. Polhemus dan Procter menunjukkan bahwa dalam masyarakat kontemporer barat, istilah fesyen kerap digunakan sebagai sinonim dari istilah dandanan, gaya, dan busana.